Burung Pipit Sebagai Perlambang
13 Jan 2014
0
komentar
Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat.
Burung Pipit
Dia
lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi
habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udaranya selalu
dingin dan sejuk. Benar, pelan pelan dia merasakan kesejukan udara,
makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya
lebih ke utara lagi.
Terbawa
oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju,
makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya
terbungkus salju. Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya
justru bertambah tebal. Si Burung pipit tak mampu berbuat apa apa,
menyangka bahwa riwayatnya telah tamat.
Dia
merintih menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor Kerbau
yang kebetulan lewat datang menghampirinya. Namun si Burung kecewa
mengapa yang datang hanya seekor Kerbau, dia menghardik si Kerbau agar
menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin mampu
berbuat sesuatu untuk menolongnya. Si Kerbau tidak banyak bicara, dia
hanya berdiri, kemudian kencing tepat diatas burung tersebut. Si Burung
Pipit semakin marah dan memaki maki si Kerbau. Lagi-lagi Si Kerbau tidak
bicara, dia maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas
tubuh si burung. Seketika itu si Burung tidak dapat bicara karena
tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa dia pasti akan
mati tak bisa bernapas. Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan,
salju yang membeku pada bulunya pelan pelan meleleh oleh hangatnya tahi
kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah.
Si Burung Pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas-puasnya.
Mendengar
ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber
suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian
menimang nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju
yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu bulunya bersih, Si
Burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan
teman yang ramah dan baik hati. Namun apa yang terjadi kemudian,
seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si Burung, dan tamatlah
riwayat si Burung Pipit ditelan oleh si Kucing.
Dari kisah ini, banyak pesan moral yang dapat dipakai sebagai pelajaran:
1. Halaman tetangga yang nampak lebih hijau, belum tentu cocok buat kita.
2. Baik dan buruknya penampilan, jangan dipakai sebagai satu satunya ukuran.
3. Apa yang pada mulanya terasa pahit dan tidak enak, kadang kadang bisa berbalik membawa hikmah yang menyenangkan, dan demikian pula sebaliknya.
4. Ketika kita baru saja mendapatkan kenikmatan, jangan lupa dan jangan terburu nafsu, agar tidak kebablasan.
5. Waspadalah terhadap Orang yang memberikan janji yang berlebihan.
Other Related Articles
INFO LAINNYA :